Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sinyal Bahaya Wabah Virus Corona, Pandemi Covid-19 Justru Semakin Parah

Kamis, 8 Juli 2021 15:28 WIB

Iklan

Pemerintah dinilai gagal mengatasi wabah Covid-19 oleh sejumlah pihak. Simak sejumlah fakta tentang buruknya penanganan pademi Covid-19 di Indonesia.

Pemerintah dinilai gagal menangani wabah virus corona oleh banyak pihak. Angka kasus justru semakin melonjak meski sudah memasuki tahun kedua pandemi Covid-19.

Sejumlah epidemiolog menilai langkah pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 cenderung lebih lambat dari kecepatan penularan virusnya. “Ada fase penyangkalan. Begitu ketahuan (kasusnya) sudah ada local transmission dan sudah tak bisa dicegah serta terus menular sampai sekarang,” kata Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono.

Selain itu, kebijakan yang diambil juga dianggap tak tegas dan semrawut. Hasilnya, kondisi wabah SARS-CoV-2 semakin memburuk.

Simak sejumlah fakta tentang buruknya penanganan Covid-19 di Indonesia: 

1.Rumah sakit dan fasilitas kesehatan tidak memadai

Lonjakan kasus Covid-19 membuat fasilitas kesehatan khusus Covid-19 dan rumah sakit penuh. Padahal pasien tak surut berdatangan. 

Mereka juga menghadapi persoalan kelangkaan stok obat-obatan dan pasokan oksigen. Pasalnya, banyak pasien yang datang dengan kondisi membutuhkan alat bantu pernapasan, terutama pasien dalam perawatan intensif.

2. Krisis oksigen

Tak hanya rumah sakit, masyarakat yang tak kebagian ruang rawat di fasilitas kesehatan dan menjalankan isolasi mandiri juga kesulitan mencari pasokan oksigen. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa distribusi masih menjadi masalah utama penyebab krisis oksigen di rumah sakit-rumah sakit di Jawa.

Budi mengatakan biasanya, oksigen liquid dikirimkan via truk untuk kemudian dimasukkan ke tangki besar liquid dan didistribusikan ke jaringan oksigen. Namun dengan banyaknya kamar darurat, kebanyakan rumah sakit lebih membutuhkan oksigen dalam tabung yang lebih mudah dipindahkan.

Sebetulnya, kata Budi produksi oksigen nasional memiliki kapasitas 866 ribu ton per tahun. Namun saat ini, semua pabrik utilisasinya hanya mencapai 75 persen atau hanya 640 ribu ton per tahun untuk berbagai kebutuhan industri.

“Saya sudah minta impor tabung yang 6 meter kubik dan 1 meter kubik untuk memenuhi ruang-ruang darurat tambahan yang ada di rumah sakit,” kata Budi.

3. Program vaksinasi lambat

Berdasarkan data dari laman resmi kawalcovid19.id, baru 4,95 persen dari total penduduk Indonesia yang telah menerima vaksinasi lengkap. Di tengah melonjaknya kasus aktif, pemerintah kemudian menargetkan capaian vaksinasi Covid-19 hingga menjadi 5 juta dosis per hari.

Awalnya, vaksinasi terkendala jumlah pasokan vaksin yang didapat Pemerintah Indonesia. Namun, belakangan kendala vaksin justru datang dari masyarakat yang tak percaya pada vaksin dan enggan divaksin.

4. Angka kematian meningkat

Pencegahan yang lambat dilakukan membuat angka kematian tinggi di Indonesia. Apalagi setelah varian baru ikut masuk dan menyebar lebih cepat dengan tingkat risiko tinggi. 

Bahkan ambruknya pelayanan di rumah sakit akibat lonjakan pasien juga menyebabkan banyak tenaga kesehatan ikut melemah hingga tewas. Saat ini, angka kematian akibat Covid di Indonesia mencapai 2,6 persen.

5. Korupsi di tengah pandemi

Bantuan sosial (Bansos) yang semestinya menjadi hak warga masyarakat malah menjadi bancakan sekelompok elit partai politik tertentu. Kecenderungan menyepelekan Covid-19 di awal juga diduga membuat serapan anggaran yang rendah dalam penanganan Covid-19. Padahal realisasi anggaran bisa difokuskan bagi pengendalian pandemi Covid-19 sejak awal.

INGE KLARA SAFITRI