Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Temuan BPK di Proyek Kereta Ringan, Isyarat Bahaya bagi Penumpang

Senin, 8 November 2021 11:00 WIB

Iklan

BPK menemukan berbagai persoalan dalam pengerjaan proyek LRT Jabodebek jauh sebelum kecelakaan terjadi. Persoalan itu mengancam keamanan penumpang.

BPK menemukan serangkaian persoalan dalam pengerjaan proyek LRT Jabodebek jauh sebelum kecelakaan terjadi. Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan, hasil temuan BPK mengisyaratkan sejumlah risiko yang jika tidak segera diperbaiki akan membahayakan keselamatan penumpang dan kerugian negara di kemudian hari.

“Terutama terkait dengan temuan dalam hal rel dan sistem persinyalan,” katanya.

Temuan krusial pertama perihal pengadaan komponen rel pendukung jalan layang LRT, yaitu pengadaan seismic bearing atau bantalan karet. Kedua, terkait dengan sistem persinyalan. Lembaga auditor negara ini menemukan sejumlah ketidaksesuaian prosedur dalam proses pengadaan sistem persinyalan dengan PT Len Industri (Persero), yang bertindak sebagai penyedia.

Berikut temuan dan potensi kerugian yang ditemukan BPK:

  1. Pengadaan Komponen Pendukung Jalan Layang
  • Komponen biaya dalam pekerjaan pengadaan bantalan antigempa (seismic bearing) dengan jenis lead rubber bearing (LRB) tidak sama di antara rekanan penyedia.
  • Terdapat keterlambatan penyelesaian pekerjaan pengadaan dan pemasangan LRB dan belum dikenai denda keterlambatan.
  • Keterlambatan pemasangan LRB mengakibatkan proses penempatan U-shaped (wadah rel kereta) pada posisi pedestal pier head (pilar LRT) harus ditahan dengan balok kayu asam sebagai pengganjal sementara.
  1. Pekerjaan Sistem Persinyalan
  • PT LEN Industri (Persero), yang ditunjuk langsung melalui keputusan direksi PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebagai penyedia sistem persinyalan, mengalihkan pelaksanaan pengerjaan kepada PT Siemens Indonesia dan PT LRS.
  • Tim engineering tidak melakukan survei harga atas proyek sejenis, sehingga belum ada referensi yang memadai untuk penerapan teknologi yang digunakan oleh LRT Jabodebek.
  • Sistem dan sinyal tidak terintegrasi baik dengan armada kereta sehingga harus menggunakan masinis dari rencana semula tanpa masinis.
  1. Spesifikasi Komponen Kereta yang Tidak Sesuai
  • Coupler (pengait kereta) seharusnya menggunakan tipe automatic tight coupler yang dapat dikendalikan dari kabin secara otomatis. Namun yang terpasang adalah jenis automatic tight coupler standar AAR 10 yang memakai sistem masih manual.
  • Derailment detection system (pendeteksi dini anjlokan) seharusnya dipasang di area boogie yang berdekatan dengan roda, tapi dipasang pada area body. Hal itu akan berpengaruh pada sistem deteksi dini. Konsekuensinya, kereta rawan anjlok.
  1. Keterlambatan Pengadaan Kereta
  •  PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA terlambat memenuhi pesanan 31 car atau gerbong. Dampaknya, kemajuan pengadaan sarana pada 31 Oktober 2019 baru 67,62 persen, padahal pekerjaan ini seharusnya sudah selesai pada 18 September 2019. Dampaknya, operasi LRT Jabodebek berpotensi mundur.

INGE KLARA | SUMBER: KORAN TEMPO