Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Poin Penting dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Jumat, 15 April 2022 08:43 WIB

Iklan

DPR) akhirnya resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR.

Setelah enam tahun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Selasa, 12 April 2022.

“Ini adalah kehadiran negara bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yang selama ini kita sebut fenomena gunung es,” kata Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya.

Adapun, UU TPKS terdiri dari 8 BAB dan 93 pasal. Dalam proses penyusunannya, DPR dan pemerintah juga melibatkan 120 kelompok masyarakat sipil. UU TPKS juga mengatur sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Dibandingkan dengan usulan awal, ada dua poin yang dihapus, yaitu pemerkosaan dan aborsi. 

Sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang diatur:

  1. pelecehan seksual non-fisik
  2. pelecehan seksual fisik
  3. pemaksaan kontrasepsi
  4. pemaksaan sterilisasi
  5. pemaksaan perkawinan
  6. kekerasan seksual berbasis elektronik
  7. penyiksaan seksual
  8. eksploitasi seksual
  9. perbudakan seksual

Poin penting dalam UU TPKS:

Substansi UU TPKS

Pasal 3 UU TPKS mengatur soal substansi dalam UU tersebut, antara lain untuk mencegah kekerasan seksual; menangani hingga memulihkan korban; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjamin kekerasan seksual tak berulang.

Jangkauan Penanganan Kekerasan Seksual

Semua aturan terkait kasus tindak pidana kekerasan seksual yang sebelumnya tersebar dalam sejumlah UU juga diatur dalam UU TPKS. Beberapa pasal dalam UU ini juga memperbarui pasal-pasal yang ada di UU sebelumnya.

Kemudahan Pelaporan

Siapapun, baik korban atau saksi bisa melaporkan TPKS yang dialami atau disaksikannya. Dalam pasal 20 juga disebutkan keterangan saksi dan 1 alat bukti sudah cukup. Kemudian pada pasal 42 disebutkan, dalam waktu 1x24 jam, pelapor atau korban berhak menerima perlindungan oleh aparat kepolisian.

Alat bukti yang sah dalam pembuktian TPKS:

  • Keterangan saksi 
  • Keterangan ahli 
  • Surat 
  • Petunjuk 
  • Keterangan terdakwa 
  • Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

Melindungi korban revenge porn

Kekerasan seksual berbasis elektronik, termasuk revenge porn atau penyebaran konten pornografi dengan modus balas dendam kepada korban akan ikut dilindungi hukum lewat Pasal 4 ayat 1. Hukuman yang diberikan kepada pelaku yakni pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10 juta.

Hukuman Pidana dan Denda bagi Pelaku TPKS

Pasal 11 menjelaskan bahwa selain pidana penjara dan pidana denda, pelaku TPKS dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: 

  • Pencabutan hak asuh anak atau pengampunan 
  • Pengumuman identitas pelaku 
  • Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, dan/atau 
  • Pembayaran Restitusi atau ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian material atau immaterial yang diderita Korban atau ahli warisnya.

Hukuman Pidana dan Denda untuk Korporasi yang melakukan TPKS

Pasal 13 mengatur bahwa pihak korporasi yang melakukan TPKS dapat dikenai denda sekitar Rp 200 juta sampai Rp 2 miliar. Selain itu, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: 

  • Pembayaran Restitusi 
  • Pembiayaan pelatihan kerja 
  • Perampasan keuntungan yang diperoleh dari TPKS 
  • Pencabutan izin tertentu
  • Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi 
  • Pembubaran korporasi

Hukuman untuk Pemaksaan Perkawinan

Ketentuan pidana bagi pelaku pemaksaan perkawinan tertuang di dalam Pasal 10 UU TPKS. Pada Pasal 10 Ayat 1 UU TPKS dijelaskan, setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan. 

Termasuk memaksakan perkawinan antara pelaku dan pemerkosa. Pelaku bisa terancam pidana paling lama 9 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.

Hak Restitusi Korban

Poin yang mengatur hak restitusi korban diatur dalam Pasal 24 ayat 1. Restitusi bisa berupa:

  • Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan 
  • Ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana 
  • Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis, dan/atau 
  • Ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana

Hak Pendampingan

Dalam pasal 27, 28, dan 29, diatur soal hak mendapatkan perlindungan. Perlindungan berhak diterima oleh korban dan saksi atau setiap orang yang mengetahui terjadinya TPKS.

Tidak Ada Restorative Justice

Penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak akan bisa menggunakan pendekatan restorative justice. Pendekatan restorative justice merupakan penyelesaian suatu perkara dengan menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korban.

INGE KLARA | SUMBER DIOLAH TEMPO | DESAIN IMAM RIYADI



Grafis Terkait

    Grafis terkait tidak ada