AS Soroti Pelanggaran HAM di Indonesia, Termasuk Aplikasi PeduliLindungi
Selasa, 19 April 2022 15:10 WIB
Departemen Luar Negeri AS melansir laporan mengenai HAM di berbagai negara termasuk Indonesia. Laporan itu menyebut PeduliLindungi melanggar privasi.
Pemerintah Amerika Serikat menyebut aplikasi PeduliLindungi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Tudingan itu termuat dalam Laporan Praktik HAM di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang dirilis Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Selain aplikasi PeduliLindungi, laporan itu juga menyoroti beberapa hal lain terkait pelanggaran HAM.
PeduliLindungi adalah aplikasi yang digunakan pemerintah RI sebagai alat pelacak kasus coronavirus disease 2019 (Covid-19). Aplikasi ini digunakan sebagai salah satu syarat perjalanan dan aktivitas, baik dalam maupun luar kota. Penggunaan aplikasi ini dinaungi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pelanggaran HAM di Indonesia yang disorot dalam laporan AS:
Pelanggaran Privasi pada Aplikasi PeduliLindungi
Aplikasi PeduliLindungi dinilai melanggar HAM, terutama terkait privasi data penduduk. Pasalnya, aplikasi ini menyimpan informasi tentang status vaksin individu dan sejumlah data pribadi yang dikumpulkan, disimpan dan bisa digunakan pemerintah.
Pelanggaran Privasi oleh Polisi
Secara spesifik, laporan itu menyebutkan bahwa undang-undang di Indonesia yang mensyaratkan surat perintah pengadilan untuk penggeledahan kecuali dalam kasus-kasus yang melibatkan subversi, kejahatan ekonomi, dan korupsi. “(Tapi) Polisi di seluruh negeri kadang-kadang mengambil tindakan tanpa otoritas yang tepat atau melanggar privasi individu,” seperti dikutip dari laporan tersebut.
Konflik Bersenjata dan Represi Digital di Papua
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa ada banyak aduan atas kekerasan fisik, pembunuhan dan perusakan properti warga sipil yang dilakukan oleh kelompok separatis atau[un pasukan pemerintah. Selain itu, banyak pula laporan tentang aktor tak dikenal yang menggunakan pelecehan dan intimidasi digital terhadap aktivis dan akademisi HAM yang mengkritik pejabat, membahas korupsi, atau meliput isu-isu terkait konflik di Papua dan Papua Barat.
TWK KPK
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK yang mengeliminasi 75 pegawai, termasuk penyidik Novel Baswedan ikut disorot dalam laporan ini. Tes ini dinilai melanggar HAM.
Kasus Luhut dan Moeldoko
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan melaporkan Haris Azhar dan Fatia usai keduanya menuding bahwa Luhut memiliki konflik kepentingan ekonomi dalam polemik di Papua. Namun, Luhut membantah tudingan tersebut.
Sementara Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko melaporkan dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayoga dan Miftahul Huda atas tuduhan bermain dalam bisnis obat Ivermectin. Sebab, putrinya memiliki hubungan bisnis dengan PT Hansen Laboratories, produsen obat tersebut.
“Gugatan pidana berfokus pada pernyataan yang dibuat oleh organisasi pada bulan Juli yang menuduh Moeldoko memiliki konflik kepentingan dalam mempromosikan penggunaan Ivermectin sebagai pengobatan untuk Covid-19, karena hubungan dekat putrinya dengan PT Harsen Laboratories, produsen Ivermectin,” tulis laporan.
Kekerasan terhadap Jurnalis di Indonesia
Dugaan pelanggaran HAM lain terkait temuan kekerasan yang diterima sejumlah jurnalis di Indonesia oleh berbagai pihak, dari pejabat hingga warga sipil pada Januari-Agustus 2021. Dalam laporannya, dicantumkan pula data 24 kasus kekerasan yang terdata oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Selain itu, AS juga memperhatikan soal kebebasan berekspresi lewat media di Indonesia. Salah satunya lewat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Pelanggaran terhadap HAM Masyarakat Adat
AS menilai ada peningkatan ketegangan antara pemerintah dan masyarakat adat ketika masyarakat adat ingin mengakses hak atas tanah tradisionalnya. AS menyebut pemerintah gagal mencegah perusahaan yang seringkali berkolusi dengan aparat keamanan untuk merambah tanah masyarakat adat.
Bantahan Indonesia:
Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan menyatakan tuduhan aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM tidak mendasar. Juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, aplikasi PeduliLindungi turut berkontribusi pada rendahnya penularan Covid-19 di Indonesia dibanding negara tetangga, bahkan negara maju.
“Bacalah laporan asli dari US State Department dengan seksama. Laporan tersebut tidak menuduh penggunaan aplikasi ini melanggar HAM,” kata Siti Nadia seperti dikutip dari keterangan tertulis di situs resmi Kementerian Kesehatan, Sabtu, 16 April 2022.
Menkopolhukam
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD membantah tudingan Amerika Serikat (AS) yang menyebut ada potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Dia mengungkapkan program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat.
“Aplikasi PeduliLindungi yang diluncurkan sejak 2020, telah membantu Pemerintah dalam menekan kasus penularan Covid-19,” ujar Mahfud dilansir Antara, Jumat, 15 April 2022.
Kemenlu
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan, tidak ada negara yang sempurna dalam isu hak asasi manusia (HAM), termasuk Amerika Serikat (AS). “Tidak ada negara yang sempurna atas isu HAM, tidak juga AS,” katanya.
INGE KLARA | SUMBER DIOLAH TEMPO