Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membahas revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membahas revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). Undang-undang ini menjadi salah satu dari rentetan revisi perundang-undangan yang diusulkan DPR, antara lain revisi UU TNI, UU Penyiaran, dan UU Kementerian Negara.
Perubahan mengancam
Berikut beberapa perubahan yang berpotensi mengancam demokrasi yang ada dalam revisi ketiga UU Polri:
- Pasal 14, ayat 1, huruf o:
Melakukan penyadapan dalam lingkup tugas kepolisian sesuai dengan undang-undang yang mengatur penyadapan
- Pasal 16, ayat 1,
huruf e dan m:
Bakal mengambil kewenangan Direktorat Jenderal Imigrasi lewat peraturan yang memperbolehkan polisi untuk mengajukan permintaan langsung pada pejabat imigrasi dalam keadaan mendesak untuk mencegah orang yang disangka melakukan tindak pidana.
Huruf n:
Wewenang untuk merekomendasikan pengangkatan penyidik PNS atau penyidik lain sebelum diangkat Menteri yang berwenang hukum. Peraturan ini memberikan polisi kekuatan untuk mengangkat penyidik lembaga lain seperti KPK.
Huruf q:
Kekuatan untuk memblokir, menindak, memutus, atau memperlambat akses ruang siber untuk keamanan dalam negeri. Tindakan ini seharusnya dilakukan atas perintah pengadilan dengan kekuatan hukum tetap, juga tindakan ini merupakan ranah dari Badan Siber dan Sandi Negara.
Kritik dari koalisi
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menyatakan sikap menolak revisi UU Polri. Koalisi ini terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Imparsial, IM57+ Institute, SAFEnet, ICW, dan 15 organisasi lainnya.
Koalisi juga menilai revisi UU Polri ini semakin mendekatkan peran kepolisian negara menjadi superbody investigator. Penyadapan di ruang siber pun rentan terjadi, sebab dengan revisi UU Polri ini kepolisian memiliki wewenang yang diklaim sesuai UU Penyadapan.
Tanggapan pemerintah
Dilansir dari Koran Tempo, Anggota Komisi III DPR, Benny Kabur Harman meminta masyarakat tidak khawatir tentang materi-materi yang berada dalam draf UU Polri. Ini karena draf tersebut masih berupa usulan dari Badan Legislasi DPR. “Masih banyak tahapan yang perlu dilalui sebelum disahkan,” kata Benny, Kamis, 30 Mei 2024.
KRISNA PRADIPTA | SUMBER DIOLAH TEMPO