Adu Undang-Undang Pemilu Pernyataan Jokowi soal Keberpihakan dan Kampanye
Oleh
Rabu, 31 Januari 2024 15:39 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Presiden boleh berpihak dan berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara.
Adu Undang-Undang Pemilu
Pernyataan Jokowi soal Keberpihakan dan Kampanye
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Presiden boleh berpihak dan berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara. Terbaru, dalam sebuah keterangan yang disiarkan lewat YouTube Sekretariat Presiden pada Jumat 26 Januari 2024, Jokowi membawa kertas besar berisi pasal 281 dan 299 dari UU Pemilu yang dimaksud untuk menjelaskan.
UU yang dimaksud Jokowi
Berdasarkan Pasal 281 dan 299 dari UU Pemilu yang disebutkan Jokowi, presiden dan wakil presiden memang mempunyai hak melaksanakan kampanye. Dalam pasal UU tersebut, memang disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden berhak untuk berkampanye dengan syarat cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra juga mengatakan bahwa Presiden tidak termasuk dalam Aparatur Sipil Negara yang harus netral sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28 UU Pemilu.
Dibantah pakar
Dosen hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan bahwa Presiden Jokowi tidak memenuhi syarat yang dituangkan pada UU Pemilu. Pasal 268 dan Pasal 272 mengatakan bahwa kampanye hanya dapat dilakukan oleh pelaksana kampanye yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Oleh karena itu, Presiden Jokowi tidak bisa berkampanye karena dia tidak terdaftar sebagai bagian dari tim kampanye calon manapun dalam pilpres kali ini.
“Presiden harus melihat regulasi secara utuh. Undang-undang Pemilu tidak memberikan posisi Presiden saat ini untuk berkampanye,” kata Titi, Ahad, 28 Januari 2024.
Dibantah Perludem
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mencatut pasal 282 UU Pemilu yang mengatakan, “pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye”.
"Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara," ujar Khoirunnisa. Sehingga ada batasan bagi presiden dan pejabat negara lain, termasuk menteri tidak melakukan tindakan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu.
Tanggapan KPU
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menjelaskan jika Presiden Jokowi memutuskan untuk ikut kampanye selama pemilihan umum (Pemilu) 2024 maka dia harus mengajukan cuti. Hal ini tertuang dalam Pasal 281 yang disebut oleh Presiden Jokowi.
“Dia mengajukan cuti (kepada dirinya sendiri), iya kan presiden cuma satu,” kata Hasyim menjawab pertanyaan wartawan saat dia ditemui di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2024.
Cuti harus terbuka
Komisi Informasi Pusat (KIP) RI mengingatkan informasi cuti harus terbuka dan diumumkan di hadapan publik jika presiden memutuskan ambil cuti untuk terlibat kampanye Pilpres 2024. Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Arya Sandhiyudha menjelaskan presiden atau menteri wajib membuka informasi mengenai cuti, karena itu merupakan bagian dari informasi publik.
"Cuti tersebut mesti tertulis disampaikan dan ditembuskan kepada badan publik terkait seperti KPU dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), serta disampaikan terbuka kepada khalayak umum sebagai informasi publik terbuka,” kata Arya.
KRISNA PRADIPTA | SUMBER DIOLAH TEMPO