Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Toko Buku Gunung Agung Tutup Permanen, Simak Kisah dan Profilnya

Selasa, 23 Mei 2023 08:00 WIB

Iklan

Operasional merugi setiap bulan membuat toko buku Gunung Agung tak bisa lagi bertahan.

Toko Buku Gunung Agung di seluruh wilayah dikabarkan bakal tutup permanen pada 2023. Informasi berhembus setelah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang diungkapkan oleh serikat pekerja.

PROFIL PEMILIK TOKO BUKU AGUNG

Nama : Tjio Wie Thay (Haji Masagung)

Lahir : Jakarta, 8 September 1927

Ayah : Tjio Koan An

Pekerjaan ayah : ahli listrik tamatan Nederlandsch Gelijkgesteld dan KWS

Ibu : Tjoa Poppy Nio

KISAH TOKO BUKU GUNUNG AGUNG

Berawal dari Warung Rokok dan Bir

Saat berusia empat tahun atau sekitar 1931, ayah Haji Masagung meninggal dunia. Akibat kondisi itu, ia terpaksa menghadapi masalah ekonomi yang sulit dan mempunyai akses pendidikan terbatas. Ia pun mencoba peruntungan di berbagai pekerjaan, mulai dari menjadi pemain akrobatik dan senam di panggung pertunjukan, pedagang rokok keliling, hingga memiliki kios rokok.

Haji Masagung atau Tjio Wie Thay dan kedua rekannya itu membangun Thay San Kongsie yang fokus pada penjualan rokok. Karena ingin meningkatkan penghasilan, kongsi juga melebar ke agen penyalur bir cap Burung Kenari.

Toko Pertama di Kwitang

Pada 1948, Haji Masagung, Lie Tay San, dan The Kie Hoat mengukuhkan bisnis dalam bentuk firma bernama Thay San Kongsie. Pembagian saham sebesar 40 persen untuk Tay San, 33 persen untuk Wie Thay, dan 27 persen untuk Kie Hoat. Toko buku pertama yang dibuka berada di kawasan Kwitang, Jakarta.

Setelah menikahi Hian Nio atau Ayu Agung pada 13 Mei 1951, Haji Masagung mengusulkan untuk pengembangan bisnis. Namun, The Kie Hoat menolak dan memilih untuk membangun bisnis toko bukunya sendiri, yaitu Toko Buku Kramat Bunder.

Merambah Bisnis ATK dan Penerbitan

Toko Buku Gunung Agung yang dapat ditemukan di Jalan Kwitang No. 13, Jakarta Pusat itu dikenal dengan Gedung Idayu dan Toko Buku Walisongo. Bisnis mereka terus melesat hingga timbul permintaan alat tulis dan kertas (ATK) dari para pelanggan. Mereka juga menggandeng wartawan dan penulis buku untuk menerjemahkan hingga menerbitkan karya sendiri.

Berubah Nama Menjadi Gunung Agung

Pada 8 September 1953 menandai peresmian Toko Buku Gunung Agung. Nama toko itu diambil dari terjemahan Tjio Wie Thay yang berarti gunung besar. Setelah meninggal pada 24 September 1990, bisnis diambil alih oleh anak bungsunya, yaitu Ketut Masagung.

RATUSAN PEKERJA DI-PHK

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat mengatakan berdasarkan laporan yang masuk, diperkirakan sebanyak 220 pekerja Toko Buku Gunung Agung di-PHK secara sepihak sejak 2020-2022. PHK juga diketahui akan masih berlanjut di tahun 2023 ini, dan diperkirakan menelan korban mencapai 350 pekerja.

Ironisnya, dia melanjutkan, para pekerja yang di-PHK itu, tidak mendapatkan hak-hak sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. “Karena hanya diberikan kompensasi sebesar satu bulan gaji." ucap Mirah.

Alasan Tutup

Sejak Pandemi Covid-19, pada tahun 2020, Toko Buku Gunung Agung telah menutup toko atau outlet di beberapa kota, seperti Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta. Penutupan toko tersebut bukanlah penutupan yang terakhir, karena pada akhir 2023 ini, toko buku itu berencana menutup kembali toko yang masih tersisa.

“Keputusan ini harus kami ambil, karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar,” kata pihak direksi PT GA Tiga Belas.