Dua pejabat Kementerian ESDM Jadi Tersangka Tambang Nikel Ilegal
Oleh
Rabu, 26 Juli 2023 13:55 WIB
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan dua tersangka baru dari Kementerian ESDM perkara dugaan korupsi pertambangan nikel.
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan dua tersangka baru perkara dugaan korupsi pertambangan nikel yang melibatkan PT. Antam UPBN Kabupaten Konawe Utara, Senin, 24 Juli 2023. Dua tersangka itu adalah dua pejabat di kementerian ESDM.
“Kedua tersangka terkait dengan perkara yang ada di Sulawesi Utara, yaitu perjanjian KSO (kerja sama operasional) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, I Ketut Sumedana di kantor Kejagung pada Senin malam, 24 Juli 2023.
Dua tersangka baru:
- Sugeng Mujiyanto (SM), Kepala Geologi Kementerian ESDM
- EVT, evaluator RKAB di Kementerian ESDM
Peran
Memproses penerbitan RKAB milik PT. Kabaena Kromit Pratama (KKP) sebanyak 1,5 juta metrik ton ore nikel dan beberapa metrik ton ore nikel perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan.
Total tujuh tersangka
Sebelumnya penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara telah menetapkan 5 tersangka dalam kasus ini, dengan penambahan dua tersangka baru ini maka total ada 7 tersangka. Mereka adalah WAS pemilik PT. Lawu Agung Mining, HW General Manager PT. Antam UPBN Konawe Utara, GS pelaksana lapangan PT Lawu Agung Mining, OFS Dirut PT Lawu Agung Mining, dan AA Dirut PT KKP.
Kerugian negara mencapai Rp 5,7 triliun
Kerugian negara akibat perkara tambang ilegal di Blok Mendiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara ini diperkirakan mencapai Rp 5,7 triliun.
Tiga Jaksa dicopot
Kejaksaan Agung mencopot dan menjatuhkan sanksi disiplin berat kepada 3 jaksa yang diduga berperan sebagai operator pelaksana dalam kongkalikong penambangan nikel ilegal di konawe Utara. Mereka adalah Raimel Jesaja, Direktur Ekonomi dan Keuangan pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) dan dua Asisten Tindak Pidana Khusus dan Koordinator Tindak Pidana Khusus.
“Kasus ini terjadi pada saat beliau atau yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Utara,” kata Ketut.