Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jika Pasangan Jokowi dan Prabowo Maju ke Pilpres 2024: Sakratulmaut Demokrasi

Senin, 21 Juni 2021 17:58 WIB

Iklan

Komunitas JokPro 2024 mendukung pasangan Jokowi - Prabowo untuk maju ke Pilpres. Sejumlah pengamat menilai ide itu menyongsong kematian demokrasi.

Komunitas Jokowi - Prabowo 2024, yang dibentuk pada Sabtu, 19 Juni 2021, mendukung pasangan Presiden yang telah dua kali menjabat berpasangan dengan Menteri Pertahanan untuk maju ke Pemilihan Presiden berikutnya. Salah tokoh yang ikut membidani Komunitas JokPro 2024 adalah Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari yang sekaligus menjabat sebagai penasihat.

Dalam acara Komunitas JokPro 2024 yang digelar di kawasan Mampang Prapatan itu, M. Qodari menjelaskan cara agar Joko Widodo dan Prabowo Subianto dapat berlaga di Pilpres 2024, yaitu melakukan amandemen terhadap konstitusi. “Undang-Undang Dasar itu sangat biasa diamandemen. Di Indonesia sudah 3 kali. Di Amerika lebih dari 25 kali. Amandemen itu sendiri ada aturannya di UUD. Itu bukan barang haram. Ada aturannya, selama dipenuhi, itu bisa.”

Pernyataan Qodari tadi mengundang reaksi Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno. Adi mempertanyakan keberadaan relawan yang bernama JokPro 2024 yang mengusung Jokowi dan Prabowo untuk maju di Pilpres 2024 mendatang. “Ini fenomena sakaratulmaut demokrasi. Entah apa motifnya dan untuk kepentingan siapa, yang jelas gerakan ini bertentangan dengan Jokowi yan jelas menolak maju tiga kali karena bertentangan Undang-Undang,” ujar Adi.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan bahwa akan muncul sejumlah bahaya jika masa jabatan presiden diperpanjang. Bivitri memaparkan setidaknya ada tiga bahaya perubahan masa jabatan presiden 3 periode.

Jokowi sendiri pernah beberapa kali menyatakan sikapnya mengenai perpanjangan masa jabatan presiden. Misalnya, pada awal Desember 2019, Jokowi mengatakan bahwa usulan masa jabatan presiden tiga periode itu menjerumuskan dirinya. Jokowi juga menganggap wacana itu dihembuskan oleh orang yang sedang mencari muka kepadanya. “Saya produk pemilihan langsung. Waktu ada keinginan amandemen, saya bilang jangan melebar ke mana-mana,” ujarnya ketika itu.