Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Landasan Hukum KPK Bisa Usut Kasus Suap Kepala Basarnas

Selasa, 1 Agustus 2023 17:45 WIB

Iklan

KPK menyerahkan penanganan dua perwira TNI, yang diduga terlibat suap pengadaan barang di Basarnas, ke Puspom TNI. Masyarakat sipil beda pendapat.

Kasus suap pengadaan barang di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), yang diduga melibatkan Kepala Basarnas 2021-2023, Marsekal Madya Henri Alfiandi, dan Koordinator Administrasi Kepala Basarnas, Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto, menuai kontroversi. KPK menyerahkan penanganan kedua perwira TNI dalam kasus korupsi yang terungkap lewat operasi tangkap itu ke Pusat Polisi Militer TNI. Masyarakat sipil justru menilai KPK sesungguhnya berhak menyidik kedua perwira TNI tersebut.

KPK disebut melampaui kewenangan
Dua hari setelah penetapan Henri Alfiandi dan  Arif Budi Cahyanto sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan, rombongan TNI yang dipimpin oleh Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko mendatangi KPK untuk mengklarifikasi soal ditetapkannya tersangka Henri dan Arif yang dianggap melebihi kewenangannya dalam menjalankan tugas karena tidak berkoordinasi dengan TNI. Menurut Agung, karena Henri dan Arif merupakan anggota TNI aktif maka penetapan tersangka  tidak bisa sembarangan dilakukan selain oleh Puspom TNI.

KPK sempat minta maaf
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak langsung menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Henri dan Arif merupakan kekhilafan dari anak buahnya dan meminta maaf atas kekeliruan tersebut. Johanis mengatakan, berangkat dari kasus tersebut, pihaknya akan berbenah dan lebih berhati-hati dalam penanganan kasus korupsi khususnya yang melibatkan TNI.

Ketua KPK membantah tak koordinasi
Ketua KPK Firli Bahuri kemudian mengeluarkan pernyataan seolah membantah pihaknya tidak berkoordinasi dengan TNI saat penetapan tersangka Henri dan Arif. 

“KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal, untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait (kasus Basarnas),” kata Firli.

Respons Jokowi
Presiden Joko Widodo angkat bicara soal kisruh penanganan perkara dugaan suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi. Jokowi menilai, kisruh itu hanya persoalan koordinasi yang harus dilakukan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dangan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurut Jokowi, jika koordinasi antar instansi berjalan dengan baik, maka tidak akan terjadi kekisruhan penanganan perkara seperti saat ini

“Ya itu masalah menurut saya masalah koordinasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan,” kata Jokowi.

Komentar YLBHI
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyoroti polemik antara KPK dan TNI perihal Kepala Basarnas yang terlibat suap. Menurut Isnur, Kabasarnas adalah jabatan sipil, jadi ketika ada orang didudukkan, diperintahkan, ditempatkan di Basarnas tidak berlaku lagi ketentuan jabatan administrasi TNI. Sehingga KPK seharusnya memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan di lingkungan Basarnas karena jabatannya merupakan jabatan sipil. 

Landasan hukum yang membolehkan KPK mengusutnya.

Undang-Undang KPK

  • Pasal 11 
    KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
  • Pasal 42 
    KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.

Undang-Undang TNI

  • Pasal 65 ayat 2
    Prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal hukum pelanggaran pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
  • Pasal 74
    Ketentuan dalam Pasal 65 berlaku pada saat Undang-Undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan. 

INGE KLARA | SUMBER DIOLAH TEMPO