Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Potensi Kecurangan Alat Bantu Hitung Suara Sirekap

Selasa, 13 Februari 2024 12:15 WIB

Iklan

Kerawanan Kecurangan Sirekap

Sejumlah lembaga nonprofit di bidang Pemilu menyoroti potensi kecurangan dalam penghitungan suara hasil pemilu, lebih spesifiknya karena alat bantu penghitungan suara hasil pemilu Sistem Informasi Rekapitulasi Suara atau Sirekap. 

Apa itu Sirekap?

Sirekap adalah sebuah alat yang digunakan dalam tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara di Tempat Pemilihan Suara (TPS) dengan cara memasukkan data ke sistem komputer. 

Aplikasi ini bertujuan meminimalisir kesalahan penghitungan dan rekapitulasi yang dilakukan oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). 

Cara Kerja Sirekap

  1. KPPS melakukan instalasi aplikasi Sirekap pada smartphone masing-masing.
  2. Login menggunakan akun yang sudah didaftarkan pada aplikasi Sirekap.
  3. KPPS menghitung hasil perolehan suara dan menuliskan hasilnya pada Formulir C.Hasil-KWK.
  4. KPPS melakukan pemotretan terhadap Formulir C.Hasil-KWK yang sudah terisi.
  5. Aplikasi Sirekap menampilkan hasil pembacaan OCR/OMR. KPPS memeriksa hasil pembacaan tersebut serta memastikannya sesuai dengan Formulir C.Hasil-KWK.
  6. KPPS mengirimkan foto dokumen dan hasil pembacaan OCR/OMR pada saksi dan pengawas yang sudah terdaftar, berupa link atau barcode yang tersedia dalam aplikasi Sirekap.
  7. Saksi dan pengawas menerima foto dan hasil pembacaan OCR/OMR dengan cara scan barcode atau mengunjungi link yang diberikan oleh KPPS.

Sumber: Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024' oleh KPU

Kekurangan Sirekap

KPU menjelaskan akan ada penggunaan formulir C1 yang diunggah ke situs Sirekap sebagai pembanding proses rekapitulasi manual berjenjang. Tetapi, KPU belum menjelaskan mekanisme menjamin formulir C1 yang belum terunggah ke Sirekap karena ketiadaan internet tidak disalahgunakan.

Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif mengatakan, formulir C1 ini berpotensi menjadi celah terjadinya kecurangan. Ditambah pula, RPKPU ini belum menyertakan hak publik secara spesifik untuk mengakses Sirekap guna memantau formulir C1 yang telah diunggah. “Ini menjadi penting untuk diperbaiki karena keterlibatan publik dalam proses rekapitulasi suara sangat penting untuk meminimalisasi kecurangan,” ucap Syarif, Senin, 15 Januari 2024.

Dinilai Berpotensi Rawan Kecurangan

Berbagai lembaga menilai ketiadaan formulir C1 mungkin membuka celah untuk manipulasi. Selain itu, transparansi KPU juga dipertanyakan. 

“Kalau sistem sumber dana kampanye saja sudah demikian gelap, bagaimana dengan Sirekap. Ini output, Sirekap kalau ada yang salah bisa berakibat fatal,” kata Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu atau KIPP, Kaka Suminta di Tjikini Lima, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu, 11 Februari 2024.

Menurut dia, Sirekap berbeda dengan Sipol dan Silon yang kegunaannya berada di input, bukan output. Dalam proses input, kata Kaka, jika terjadi ketakbenaran maka masih bisa dipahami masyarakat dan ada perbaikan.

“Tapi kalau terjadi apa-apa pada Sirekap maka bisa berakibat sangat fatal. Apalagi ada dugaan penutupan. Ini masalah. Siapa orang di balik Sirekap,” katanya.

Tanggapan KPU

Menurut Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Kulon Progo Hidayatut Toyyibah, prinsip penggunaan Sirekap adalah harus memastikan kevalidan data yang diunggah. Terutama data hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS).

Apabila saat sudah diunggah namun masih ada kesalahan, maka perlu diperbaiki dengan cara menyandingkan data. Ia menilai penggunaan Sirekap tidak berbeda jauh dengan penghitungan secara manual.

“Saat rekapitulasi di tingkat kapanewon, kalau memang diperlukan perbaikan ya kotak suara dibuka lagi untuk penghitungan ulang,” kata Hidayatut.

KRISNA PRADIPTA, ANTARA, TEMPO.CO


Grafis Terkait