Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Berbagai Negara yang Pernah Membatalkan Pemilu

Rabu, 3 April 2024 13:45 WIB

Iklan

Mahfud MD mengklaim ada enam negara yang membatalkan pemilu setelah menemukan kecurangan dalam proses pemungutan suara.

Calon wakil presiden nomor urut tiga, Mahfud MD, mengatakan bahwa ada sejumlah negara yang membatalkan hasil Pemilu karena ada kecurangan. Hal ini disampaikan pada hari pertama sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, 27 Maret 2024. 

Negara-Negara Yang Membatalkan

Mahfud mengklaim ada enam negara yang membatalkan pemilu setelah menemukan kecurangan dalam proses pemungutan suara. Berikut negara-negara tersebut:

  • Austria*: Austria mengulang proses pemungutan suara pada Pemilu 2016. Dilansir dari Reuters, Mahkamah Konstitusi Austria tidak menemukan bukti manipulasi, namun, kecerobohan dalam proses itu dianggap cukup serius untuk mengubah hasil pemilu. Mahkamah Austria kemudian mengulang proses pemilu pada Oktober 2016, tetapi Van der Bellen tetap menang dalam pemilu ulangan ini. 

  • Ukraina: Ukraina mengulang pemilu mereka usai Pemilu 2004. Hasil Pemilu yang dimenangkan oleh kandidat Viktor Yanukovych dianggap curang oleh rivalnya, Viktor Yushchenko. Masyarakat Ukraina melakukan demonstrasi besar-besaran selama sepuluh hari guna mendesak pelaksanaan pemilu presiden ulang. Akhirnya, pada Desember 3 Mahkamah Agung Ukraina menganulir hasil pemilu 2004 dan mengulangnya.

  • Bolivia: Bolivia menganulir hasil Pemilu 2019 mereka usai kemenangan Evo Morales dengan 10 poin pada Oktober 2019 melawan rivalnya Carlos Mesa. Kongres Bolivia menyetujui membatalkan pemilu yang pada saat itu telah memicu sengketa, dan mundurnya Morales pada Sabtu, 23 November 2019. Pemilu baru diselenggarakan pada tahun 2020 antara Luis Arce, Carlos Mesa, dan Luis Fernando Camacho. 

  • Kenya: Mahkamah Agung Kenya membatalkan hasil pemilihan Presiden yang dimenangkan Presiden Uhuru Kenyatta pada 8 Agustus 2017. Dalam sebuah sidang yang digelar pada Jumat, 1 September 2017, Mahkamah mengatakan panitia pemilihan telah melanggar peraturan dan hukum selama pemilihan presiden itu digelar dan merugikan Pesta Demokrasi ini.

  • Malawi: Dilansir dari Reuters, Malawi mengulang pemilunya pada 2019 setelah Mahkamah Konstitusi Malawi menganulir kemenangan Peter Mutharika. Mahkamah memerintahkan pemilihan ulang dalam waktu 150 hari setelah partai oposisi mengatakan ada kejanggalan dalam pemungutan suara.

  • Thailand: Thailand berkali-kali mengulang pemilu untuk berbagai alasan. Negara itu mengulang pemilu pertama kali pada tahun 2006. Dilansir dari Al-Jazeera, Mahkamah Konstitusi Thailand menganulir pemilu yang diboikot oleh oposisi dan membuat salah satu partai menang secara otomatis.

*Mahfud menyebut Australia dalam pidatonya, namun telah merevisi pernyataannya menjadi Austria setelah mengaku salah sebut. 


Alasan disebut Mahfud

Menurut Mahfud, negara-negara tersebut melakukan pembatalan hasil Pemilu sebagai bentuk judicial activism atau aktivisme yudisial. Mahfud menyatakan pembatalan itu bisa berasal dari kesadaran para hakim.

“Di berbagai negara, judicial activism banyak dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung. Beberapa negara membatalkan hasil pemilu yang dilaksanakan secara curang dan melanggar prosedur,” kata Mahfud dalam pidatonya.

Harapan Mahfud

Mahfud berharap MK dapat mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia. Mahfud juga mengatakan bahwa gugatan timnya di MK bukan hanya soal siapa yang menang atau kalah. Dia berkata masalah ini adalah beyond election atau lebih dari sekedar soal Pemilu. 

“Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa Pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah,” kata dia.

KRISNA PRADIPTA | AL-JAZEERA | REUTERS