Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Modus-modus Rekrutmen Terorisme di Indonesia

Rabu, 7 Agustus 2024 08:00 WIB

Iklan

Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror menangkap sejumlah terduga teroris di Kota Batu, Jawa Timur.

Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror menangkap sejumlah terduga teroris di Kota Batu, Jawa Timur. Salah satunya adalah remaja berumur 19 tahun dengan inisial HOK. Remaja ini menjadi radikal akibat pengaruh media sosial. Dia ditemukan sedang merencanakan bom bunuh diri di dua tempat ibadah di Kota Batu, Jawa Timur.

Radikalisasi HOK

Berdasarkan pemeriksaan, HOK diketahui mencari tahu dan mengikuti informasi mengenai Daulah Islamiyah dan ISIS dari media sosial. Dia kemudian masuk ke dalam grup Telegram yang menyajikan konten propaganda. Konten di dalam grup dan kanal Telegram terdapat konten video eksekusi korban, baiat kepada amir (pemimpin) ISIS, peperangan, aktivitas ISIS dan Daulah Islamiyah. 

“Mulai mendapatkan informasi salah tersebut sampai dengan terpapar dan termotivasi melakukan bom bunuh diri, semuanya hanya dalam kurun waktu kurang lebih 6-7 bulan saja,” tutur Aswin.

Modus rekrutmen teroris

Radikalisasi HOK mirip dengan pola rekrutmen terorisme yang dipaparkan oleh Kantor Narkoba dan Kejahatan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perserikatan menemukan bahwa modus rekrutmen terorisme untuk remaja adalah sebagai berikut: 

  • The Net 

Organisasi teroris menyebarkan propaganda, seperti klip video atau pesan, kepada kelompok sasaran yang dianggap homogen dan reseptif terhadap propaganda

  • The Funnel

Organisasi tersebut juga lantas melakukan pendekatan untuk menyasar individu tertentu yang dianggap siap untuk direkrut. Mereka menggunakan teknik psikologis untuk memperkuat komitmen dan dedikasi target. 

  • Infection

Ketika kelompok sasaran sulit untuk dijangkau, maka “agen” bisa saja disusupkan untuk melakukan perekrutan dari dalam dengan menggunakan seruan langsung dan pribadi. 

Radikalisme anak meningkat

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Hadi Tjahjanto, pernah mengatakan terjadi peningkatan radikalisme di kalangan perempuan, anak, dan remaja. Temuan ini berdasarkan data Indonesia Knowledge Hub atau IKHub Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan hasil penelitian dengan Setara Institute.

“Pada tahun 2023 terjadi rentetan peningkatan proses radikalisasi terorisme di kalangan perempuan, anak dan remaja. Ini menjadi perhatian kita semuanya dan menjadi pekerjaan rumah dalam mewujudkan misi Indonesia Emas 2045. Kita harus memastikan bahwa setiap warga negara aman dan terlindungi,” kata Hadi Tjahjanto saat peresmian Museum Penanggulangan Terorisme Adhi Pradana pada hari ulang tahun BNPT ke-14 di Kompleks BNPT, Kabupaten Bogor, Selasa, 16 Juli 2024.

KRISNA PRADIPTA | SUMBER DIOLAH TEMPO