Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jokowi Membuka Keran Dagang Pasir Laut

Rabu, 18 September 2024 16:00 WIB

Iklan

Satu bulan sebelum turun sebagai Presiden Republik Indonesia, Jokowi secara resmi membuka keran dagang pasir laut

Satu bulan sebelum turun sebagai Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo secara resmi membuka keran dagang pasir setelah ditutup selama dua puluh tahun. Kebijakan ini berlaku 30 hari usai perubahan regulasi itu diundangkan pada 29 Agustus 2024 di Jakarta.

Regulasi yang diubah

Perubahan kebijakan tertuang dalam dua peraturan, yakni: 

  • Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor 
  • Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

Ditutup Mega, dibuka Jokowi

Keran ekspor sempat dibuka pada tahun 1970-an untuk memenuhi kebutuhan Singapura. Indonesia pernah sampai mengekspor 2 juta meter kubik pasir tiap harinya. 

Namun, penjualan pasir laut ini akhirnya dihentikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003 demi mencegah kerusakan lingkungan dan tenggelamnya pulau-pulau kecil korban pengerukan pasir. 

Domestik diprioritaskan

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim menyatakan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut itu hanya dapat dilakukan selama kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi. “Sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, 9 September 2024, seperti dikutip dari Antara.

Jokowi membantah

Presiden Jokowi angkat bicara soal perdagangan pasir laut dengan mengatakan bahwa yang akan dijual adalah sedimentasi, bukan pasir laut. Ia juga menyebut sedimentasi itu sebagai benda yang mengganggu alur jalan kapal di laut. “Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya. Yang dibuka, (hasil) sedimentasi,” kata Jokowi ketika memberi keterangan pers usai meresmikan Kawasan Islamic Financial Center di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa, 17 September 2024.

Menanggulangi dan mengoptimalkan sedimentasi

Isy menambahkan bahwa penjualan pasir laut itu guna menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir dan laut, juga kesehatan laut.

Tak hanya itu, menurut Isy, pengaturan ekspor pasir laut dapat mengoptimalkan sedimentasi itu untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Persyaratan bagi pelaku usaha

Pengusaha atau eksportir pasir laut harus mengantongi beberapa persyaratan sebelum berdagang pasir laut. Syarat-syarat itu adalah:

  • Izin Pemanfaatan Pasir Laut dan Rekomendasi Ekspor Pasir Hasil Sedimentasi di Laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
  • Izin Usaha Pertambangan untuk Penjualan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM)
  • Surat pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa pasir hasil sedimentasi di laut yang diekspor berasal dari lokasi pengambilan sesuai titik koordinat yang telah diizinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  • Memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui mekanisme domestic market obligation (DMO)

Kritik ekonom dan aktivis

Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin, mengecam keputusan pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut. “Dengan membuka tambang pasir laut, pemerintah itu rugi 5 kali lipat,” ujarnya ketika dihubungi Tempo, Rabu, 11 September 2024.

Sementara itu, Executive Director Celios Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan ekspor pasir laut menunjukkan kunonya perspektif ekonomi yang dimiliki pemerintah. “Ini akan membuat Indonesia terjebak pada penjualan komoditas mentah yang tidak ada nilai tambahnya,” ujar Bhima ketika diwawancarai via telepon WhatsApp Jum’at, 13 September 2024.

KRISNA PRADIPTA | SUMBER DIOLAH TEMPO