Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengenal Teknologi Pembuatan Terowongan Kembar Tol Cisumdawu

Jumat, 29 September 2023 15:49 WIB

Iklan

Teknologi New Austrian Tunneling Metode dan penerapan konsep tol kembar memberi banyak manfaat.

INFO NASIONAL – Terowongan kembar (Twin Tunnel) di jalan tol Cileunyi – Sumedang – Dawuan (Cisumdawu), Jawa Barat, merupakan terowongan pertama yang berada di jalan tol dan terpanjang di Indonesia dengan panjang 472 meter.

Pembuatan jembatan yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Bina Marga melalui Balai Geoteknik Terowongan dan Struktur (BGTS) harus penuh perhitungan karena membelah bukit. Kesalahan memilih teknologi dapat mengakibatkan runtuhan material bukit yang menimbun terowongan kembar ini.

Mengapa tidak membuat jalan tol yang mengikuti lereng di perbukitan? Menurut Kepala BGTS Fahmi Aldiamar saat mengisi acara podcast Bincang Jalan dan Jembatan, terowongan ini sebagai shortcut jalan karena faktor topografi daerah yang memiliki pegunungan atau bukit. Jika dibangun jalan menyusuri bukit akan terjal, sempit dan tepinya langsung jurang. Sangat berisiko bagi pengguna jalan dari segi kenyamanan dan keamanan.

Dalam proses penggalian terowongan, Dirjen Bina Marga dan BTGS akhirnya menggunakan teknologi New Austrian Tunneling Metode (NATM) atau metode penggalian bertahap. 

Fahmi menjelaskan, NATM paling tepat diterapkan pada Cisumdawu lantaran kondisi material di sana adalah material vulkanik. “Dominan materialnya memang lebih mudah runtuh jika ada air, dan yang kedua memang akibat dari erupsi gunung berapi biasanya ada bongkahan-bongkahan batuan yang tercampur di material tanah tersebut, jadi untuk metode lainnya hanya bisa digunakan pada kondisi homogen.”

Tantangan dari pembangunan terowongan ini yaitu ketidakstabilan lereng. Cara mengatasinya dengan memperkuat tanah (forepoling) yaitu sistem pipa yang dimasukkan ke dalam tanah yang digali membentuk setengah lingkaran dan diisi dengan grouting yaitu material pengisi beton. Tujuannya untuk penguatan di sekeliling terowongan. Metode ini dilakukan secara berulang dengan panjang galian 60-80 cm.

Pembangunan terowongan Twin Tunnnel ini juga memperhitungkan dampak lingkungannya, “Terutama dari segi gangguan lingkungan, kita harus memotong alur air yang sebetulnya untuk kebutuhan warga bisa terputus, nah dengan terowongan ini kita bisa mengkondisikan daerah yang disekitarnya atau didaerah permukaannya tidak akan terganggu, mungkin hanya bagian inlet portal atau outlet akan ada konstruksinya, tapi bukit bagian atas tidak ada gangguan sama sekali,” tutur Fahmi.

Adapun pemilihan menjadi bentuk kembar yang terlihat indah karena terowongan ini membutuhkan enam lajur. Akhirnya dibuat dua terowongan dengan dua arah yang berbeda, mencontoh negara-negara lain yang memaksimalkan tiga lajur untuk pembangunan terowongan. 

Mengapa tidak dibuat menjadi satu terowongan besar dalam satu area? Karena jalan tol ini dibuat dengan kebutuhan enam lajur, jika dibuat sekaligus dalam satu terowongan besar akan berisiko terjadi keruntuhan pada saat pelaksanaan konstruksi maupun ketika setelah konstruksi.

Selain itu, terowongan ini pun dibentuk seperti bambu runcing. Konsep ini bertujuan untuk penyesuaian mata pengguna jalan terhadap transisi pencahayaan dari terang ke gelap, serta terdapat pencahayaan lampu khusus di bagian pintu masuk yang berwarna kuning, ditengah warna putih, dan saat keluar berwarna kuning. 

Terowongan ini dirancang dengan umur 100 tahun. Berkat terowongan Twin Tunnel sepanjang nyaris setengah kilometer di ruas tol Cisumdawu yang memiliki total panjang 61, 6 km, berhasil memangkas perjalanan dari Bandung ke Dawuan, Kabupaten Subang menjadi 45 – 60 menit. (*)